Sabtu, 06 Maret 2010

CIP: HAMDANI THE TRUE FRIENDS

Buletin Dakwah Al Kahfi, Edisi 37 tahun V / 20 Shafar 1431 H / 04 Februari 2010.

Matahari siang ini memuntahkan panasnya, memasuki tiap celah kelas kami. Kaca - kaca jendela menjadi tempat cahayanya masuk dengan mudah. Satu les berlalu, Bu Elda pun pamit keluar dengan diikuti kata salam. Serentak itu pula suasana kelas menjadi gaduh dan aku pun menguap lebar tanda mengantuk.

Kulihat Riani memulai gosipnya, Dana mennyanyi -nyanyi sendiri dan Rizal memukul - mukul meja seakan -akan meja tersebut adalah drum. Maklumlah, Dana dan Rizal sama-sama anak band. Begitu pula dengan Andi, Nouva dan Ardi. Si Hamdan di sebelahku membuka buku PAI dan membacanya. Rahman duduk di sudut kelas dengan kepalanya ditutupi buku PAI dan bisa kupastikan kalau di sana ia tertidur. Satria, Yusuf dan Dina sibuk membahas soal-soal Try Out. Semua teman -teman kuperhatikan.

“Kau kenapa, Ri?” Tanya Hamdan kepadaku.

“Nggak apa-apa, emang kenapa?” Tanyaku.

“Koq melamun aja bawaannya, ngantuk?”

“Iya, tadi malam aku nggak bisa tidur.”

“Nggak bisa tidur? Koq bisa?” Tanya Hamdan lagi.

“Pening aku, duit dah habis, kiriman belum datang, tugas buat makalah masih banyak, mana lagi ini malam Minggu. Nggak mungkin kan gak nge-date nanti malam?” Jawabku.

“Oh, yaudah pake duitku aja dulu! Tapi, khusus untuk buat tugas aja, kalo’ untuk nge-date, tidaklah.” Tawar Hamdan.

“Boleh?” Tanyaku memastikan dan Hamdan mengut-mangut tanda setuju. Lalu akupun bertanya lagi, “Eh, betewe kenapa sih kayaknya kau itu sinis dan sinting kali sama yang namanya nge-date, pacaran. Kalo’ kuperhatikan, kaupun kurang ada feel sama cewek. Jangan-jangan kau nggak normal lagi?”

“Hmm (tertawa kecil). Alasannya cuma satu. Itu bukan jalannya orang Islam.”

“Tapi...” Kata-kataku terputus karena Ummi (panggilan untuk guru PAI kami) masuk kelas.

“Nanti kita lanjut ya!” Bisikku pelan pada Hamdan.

Ummi pun menjelaskan materi yang diajarkannya kepada kami panjang lebar mengenai “Perilaku Terpuji” yang di dalamnya membahas sifat adil, qonaah, jujur, dan lain sebagainya. 30 menit berjalan, Ummi menghentikan pelajarannya sejenak.

“Anak-anak, 10 menit lagi masuk shalat Zhuhur, untuk laki-lakinya semua wajib ke musholla. Nouva muazzin dan Hamdan imam. Karena hari ini jadwal kalian XII IA 1 petugas solat berjamaah.”

“Iya Buk!” Jawab kami serentak.

Aku pun memaksa diri untuk sholat walaupun malas sekali rasanya. Maklumlah, aku termasuk cowok yang gak pernah tinggal solat, lewat terus. Entah kenapa aku malas, padahal sudah 12 tahun aku belajar tentang agama. Tapi jarang sekali bisa aku aplikasikan, tak seperti sebangkuku, Hamdan.

Selesai solat, kami langsung kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran kami dan berakhir pada pukul 13.30 tepat. Tiba-tiba Hamdan menghampiriku. “Kita makan ayam penyet dulu yuk, kutraktir.”

Ajak Hamdan. Dia memang sangat memahamiku, bahkan makanan favoritku dia pun tahu.

“Wah, siapa takut di traktir? Aku pun pengen ngelanjutin pembicaraan kita tadi.

Tibalah kami di warung ayam penyet Mas Mansyur yang terkenal di kota Kisaran ini. Hamdan langsung memesan dua porsi dan mencari tempat duduk strategis. Meja yang dilapisi plastik alas meja sederahana dengan tempat duduk kursi plastik. Di belakangku duduk sepasang suami istri dengan kedua anaknya. Aku melihat perempuan berjilbab, ibu dari kedua anak itu mirip sekali dengan ibuku. Wah, tersentuh sekali hatiku. Sudah hampir sebulan aku tidak pulang ke rumah

“Koq melamun lagi?” Sela Hamdan.

“Ngaak ah.” Elakku.

Dua piring ayam penyet pun singgah di meja kami. Aku sudah sangat lapar, tak sabar untuk menyantapnya. Sambil makan, aku pun bertanya kepada Hamdan.

“Tadi kau bilang pacaran itu bukan jalannya orang Islam, kenapa?”

“Karena pacaran itu nggak ada diatur dalam Islam. Yang pertama kali membawa ajaran-ajaran tentang pacaran itu kan orang barat yang notabene adalah orang kafir. Masih ingatkan sama yang pernah diingatkan Ummi?” Tanya Hamdan balik.

“Jika kamu meniru-niru suatu kaum, maka kamu termasuk ke dalam golongannya.”

“Dan, swear aku jadi tambah pening. Nyesel aku curhat sama kau.” Keluhku.

“Kenapa?” Tanya Hamdan balik.

“Kalau aku ngomong apapun sama kau, pasti buanyak banget haramnya. Jadi kalau kita mau menikah nikah gimana? Nggak mungkin kan kita langsung ngelamar gitu aja, sementara kita tidak tahu pribadi perempuan itu?”

“Kenapa nggak mungkin? Allah pasti akan menjodohkan kita dengan wanita yang sesuai dengan keimanan kita. Itu janji Allah loh dalam Al Qur’an surah An Nur ayat 26. Apa kau nggak percaya sama janji Allah?”

“Ah, gak bisa kuterima tuh di akalku.” Gumamku.

“Rasulullah dulu gak pacaran, tapi kok bisalah beliau dapat istri yang sesoleh Khadijah dan Aisyah? Ali dan Fatimah juga gak pacaran. Jadi intinya perbaiki diri biar bisa dapat jodoh wanita yang baik juga.” Paparnya panjang lebar.

“Ah, udah lah,,, udah habis ayamku.”

“Mau tambah?” Tawar Hamdan.

“Sudah kenyang kok. Eh, aku ke toilet dulu ya!”

Aku pun kembali menemui Hamdan, tapi dia sudah menunggu di luar.

“Kecut bah mulutku.” Sindirku.

“Eits, merokok itu tak baik loh. Ada ribuan penyakit tersimpan pada tiap batang rokok,”

“Iya tau, tapi udah kebiasaan kalo’ habis makan mana enak gak ngerokok.” Bantahku.

Aku mengabaikan perkataannya. Di simpang Enam, kami berpisah, karena rumah kostku berbeda jauh dangan rumah kost Hamdan.

**************

Tepat pukul 14.30 aku tiba di kost, dan aku pun baru ingat kalau aku tadi mau minjam uang Hamdan. Aku jadi tambah bingung. Ku buka tas untuk mengambil HP dan kulihat ada uang seratus ribu rupiah dan ada kertas bertuliskan yang aku yakin itu tulisan Hamdan. Aku menjadi bangga memliki teman sebaik Hamdan. Lalu kertas itupun kubaca.

“Assalamua’laikum Wr. Wb’

Fren, ini uangnya. Sorry kalau kurang banyak. Soalnya Cuma segitu yang ada. Demi Allah aku ikhlas, so gak perlu diganti. Tapi ingat, gunakan itu untuk keperluanmu jangan gunakan untuk hal-hal yang sa-sia, seperti ngedate, beli rokok, main PS, Bilyar, de-el-el. OKEY !!!. Aku percaya pasti kamu bisa berubah….

‘’Wassalam”

Hamdan Syukri

Setelah kubaca, langsung ku SMS Hamdan untuk mengucapkan terimah kasih. Hamdan memang sangat pengertian. Akupun keluar rumah dan langsung membeli rokok, karena mulutku sudah merasa kecut tak kupedulikan pesan Hamdan di suratnya, lagi pula dia kan tidak tahu. Aku sudah agak ceria karena nanti malam bisa ngedate, masih tak kupedulkan juga pesan Hamdan. Biar aja yang penting bisa senang – senang. Nanti kalau dah datang kiriman, uang Hamdan bisa diganti. Aku pun tidur siang.

Jam enam sore akupun terbangun, aku mandi dan langsung mempersiapkan diri untuk malam mingguan. Wah, malam ini aku sangat bersemangat. Tiba – tiba HP-ku berdering tanda SMS masuk. Kulihat, eh dari Erik anak ibu Kostku. Padahal dia ada dikamar depan tapi, entah kenapa dia SMS segala.

“Coey jadi gak u pake mio-ku?"

Akupun senyum dan kubalas

“Jadi donk”

“Nanti ku isi full minyaknya."

Tepat pukul tujuh aku langsung berangkat ngedate pacarku Mira yang tinggal di jalan Setia Budi Mutiara. Dia sekolah di SMA Negeri 1 Kisaran. Ku starting mio si Erik dan langsung ku gas. Di sepanjang jalan Diponegoro kulihat banyak sepasang anak manusia berboncengan lalu lalang kesana kemari. Suasana itu menambah semangatku untuk mempercepat laju mionya.

Tiba di depan SMANSA (sebutan SMAN 1) sebelum memasuki jalan Setia Budi, dadaku berdegup kencang menandakan semangat untuk segera menemui Mira. Aku pun membelok kekanan dan tak jauh aku melangkah tibalah aku di jalan di depan Kost Mira. Sebelum aku masuk dihalaman rumah ibu kostnya kulihat disana Mira sedang ngobrol dengan pemuda sebaya denganku. Mereka duduk diatas motor Vixion merah yang diparkirkan disamping rumah. Aku bisa menyakini bahwa itu adalah sepeda motor pemuda itu. Dengan pura tidak tahu dan sembunyi-sembunyi aku menelpon Mira.

“Assalamua’laikum” Aku.

“Wa’alaikum salam”

Mengetahui itu telpon dariku, Mira mencoba menjauhi pemuda itu dan masuk kerumah.

“Tunggu ya bang “pamit si Mira dari pemuda itu dan pemudad itu hanya manggut saja. Suasana itu bisa kulihat dengan jelas.

“Adek dimana ni? “Tanyaku

“ Ehm…ini lagi dikampung bang. Tadi siang adik pulang.”

“Oh…pulang ya?”

“Iya, abang di…?” Langsung kuputuskan telponnya dan aku pulang. Sakit sekali rasamya hati ini. Aku telah didustai pacarku. HP langsung kunonaktifkan. Kutancap gas sekencang mungkin dan langsung kembali ke kost. Setibanya di kost

“Loch, kok balik? Gak jadi?’’Tanya Erik heran.

“Gak” jawabku datar

“Kenapa”

“Gak apa-apa”

“Main bilyar aja yuk” Bisik Erik

“Ayolah …” Kami pergi berdua kejalan Ahmad Yani untuk main bilyar. Aku sudah pening entah apa lagi yang harus aku lakukan. Mudah-mudahan bilyar dapat mengurangi beban pikiranku.

Tepat jam satu malam aku pulang bersama Erik. Aku kalah. Uang yang diberi Hamdan sudah habis untuk semua yang dilarang Hamdan. Akupun tidur.

************

Cahaya matahari sudah menyinari wajahku. Teriknya sudah terasa masuk melalui ventilasi. Ini menandakan sudah hampir siang. Kulihat jam dinding kamar, sudah menunjukkan pukul 10.30 pagi. Kulihat HP masih nonaktif, kemudian kuaktifkan. Tak berapa lama muncul 3 pesan, yang pertama dari Mira, dan langsung kuhapus karena aku sudah sangat membencinya. Pesan kedua dari mama yang isinya “HP Rian kok gak bsa dihubungi? Cuma mau kasih tau aja, mama belum bisa ngirim uang hari senin. Insya allah hari Rabu.” Aku jadi tambah lemas, jadi nyesal tadi malam main biliyar. Pesan terakhir dari Anto ketua kelasku.

“Innalillahi wa inna ilahi roji’un. Telah meninggal dunia teman 1 kelas kita Hamdan Syukri. Jadi diharapkan kepada teman – teman kelas XII IPA 1 untuk datang takziah hari ini pukul 08.00 pagi.”

Aku langsung bergegas bangun dan tak sempat sarapan lagi. Cuci muka, ganti baju, dan langsung menuju rumah Hamdan di Gambir Baru. Aku minjam mio Erik. Di jalan aku tancap gas sambil meneteskan air mata. Baru kali ini aku menangis seperti ini. Aku sangat merarasa bersalah. Aku telah mendustai pesan-pesannya. Aku tak tau bagaimana perasaannya kalau sampai tahu aku telah mengkhianatinya. Air mataku masih tak terbendung.

Begitu tiba dirumah Hamdan, kulihat tubuh Hamdan terbujur kaku berbalut kain putih bersih. Tubuhku melemas, kaki sudah tidak bisa menahan berat tubuhku, air mata sudah pecah. Aku jatuh terduduk diatas tikar yang di bentang dihalaman rumah. Melihat kondisiku, Satria mendatangiku dan mencoba menenangkanku. Aku menangis hebat, teman-temanku benar-benar heran melihat kondisiku.

**************

Setelah jenazah Hamdan dikuburkan, aku, Satria, Nouva, Rizal dan teman-teman yang lain duduk – duduk berkumpul di Mushola dekat rumah Alm. Hamdan Syukri

“aku jadi teringat, semalam Hamdan masih jadi imam sholat kita” Nouva.

“Aku juga, semalam dia masih sempat mengajakku shalat dhuha.” Rahman.

“Semalam da minjam uangku Seratus Ribu rupiah.“ Anto.

“Apa To? Minjam seratus ribu?" Tanya Rian cepat.

“Iya, tapi sudah dibayar semalam sore dirumah, dan dia gak bilang itu uang untuk apa!”

Aku jadi tambah lemas lagi. Dia rela hutang untukku. Ya allah, masukkanlah dia ke syurga-Mu. Jauhkanlah dia dari siksa kubur-Mu. Aku berjanji akan bertaubat kepadamu ya Allah. Pesan-pesan Hamdan yang pernah disampaikan padaku aku akan laksanakan.

Beberapa hari setelah kepergian Hamdan, aku seperti baru merasakan hidup. Hamdan telah meninggal karena penyakit yang selama ini dideritanya, namun ia tak pernah bosan memberiku semangat. Aku pun harus semangat. Aku memulai mengkuti pengajian yang diadakan oleh rohis. Walaupun sudah kelas XII, aku tak pernah berputus asa. Rokok sudah kutinggalkan, pacaran juga sudah tidak lagi. Semoga Allah mengistiqomahkan jalanku ini. The End.

Inspired by the true story

Ditulis Oleh Riyan Tamegawa (tamegawa@gmail.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar