Kamis, 30 Juni 2011

Rohis di Sekolah Tak Picu Radikalisme

TEMPO Interaktif, Jakarta - Hasil survei yang dilakukan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) menyebutkan, meski ada peningkatan kecenderungan radikalisme di kalangan siswa sekolah menengah, hal itu tidak terkait dengan kegiatan kerohanian Islam (rohis). Menurut Direktur Pelaksana LaKIP Achmad Baedowi, dalam penelitian itu ditemukan jumlah siswa yang mengikuti kegiatan rohis tak sampai 30 persen.

"Sekitar 76,9 persen tidak ikut rohis meski lebih 80 persen sekolah memiliki kegiatan rohis," kata Baedowi di Jakarta, Kamis 28 April 2011. Kegiatan rohis di sekolah menengah sebagian besar juga dibimbing guru agama setempat, sehingga kecil kemungkinan mendapat susupan ajaran dari luar.

Survei LaKIP digelar akhir tahun lalu di 10 wilayah Jabodetabek, yaitu lima kota DKI Jakarta, Kota Depok, Bogor, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi. Penelitian ini melibatkan 590 orang guru sebagai responden dan 993 siswa muslim sekolah menengah pertama (kelas 8 dan 9) serta sekolah menengah atas (kelas 10, 11, 12).

Hasil survei menunjukkan peningkatan kecenderungan radikalisme di kalangan siswa dan guru agama. Ini terlihat dari dukungan siswa dan guru terhadap tokoh-tokoh radikal dan tindakan kekerasan. Temuan memperlihatkan tingkat kesediaan guru untuk terlibat dalam berbagai kekerasan terkait isu agama maupun moral mencapai 28,2 persen. Sedangkan di kalangan siswa mencapai 48,9 persen.

Namun, menurut Baedowi, temuan itu juga menunjukkan kecil kemungkinan radikalisme dipicu oleh kegiatan rohis dan pengajaran agama di sekolah. Porsi pengajaran agama di sebagian besar sekolah kurang dari 24 jam dalam satu minggu. Topik yang diajarkan meliputi akidah, akhlak, tauhid, fikih, dan sebagainya. Bahkan ia menilai sebenarnya pengajaran agama di sekolah gagal secara kognitif.

"Sebab, ketika kita uji siswa tersebut untuk menjawab 10 soal agama bahan ujian, rata-rata nilai siswa ini hanya 3,7," ujarnya. Hal itu mementahkan anggapan bahhwa pengajaran agama di sekolah dan kegiatan rohis menjadi sumber lahirnya bibit-bibit radikalisme di kalangan pelajar.

Dugaan sementara tim peneliti, munculnya kecenderungan radikalisme ini justru dipicu oleh media dan internet. Baedowi mengatakan tindakan terorisme di Tanah Air yang mendapat porsi pemberitaan terus-menerus di media berperan mengenalkan tokoh-tokoh teroris kepada pelajar. Apalagi salah satu pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriot beberapa waktu lalu adalah pemuda yang baru lulus dari sekolah menengah atas.

http://ksrdki.blogspot.com/2011/06/rohis-di-sekolah-tak-picu-radikalisme.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar