Jumat, 14 Januari 2011

Kutunggu Hidayah-Mu

Saat ini aku masih termangu menatap pusara yang bertuliskan nama indah ayahku, dan tanpa arahan air mata ini menetes. Tak terasa usia pusara ini menginjak seratus hari.

“Nana, udah siang, kita pulang yuk! besok kan kamu harus sekolah.” Suara lembut tante Rury membuat tanganku bergerak tuk menghapus air mata ini. Ya, sesuai prmintaan almarhum ayah, keluarga om Adi dan tante Rury bersedia mengasuhku, dan untuk itu aku harus meninggalkan kota kelahiranku ini.

Awalnya aku ragu dengan keputusan ayahku ini, karena sebelumnya aku dan Ayah tahu kalau beberapa tahun yang lalu om Adi sempat stress karena merasa tidak bisa menjaga dan mendidik anaknya dengan baik. Karena Rara, putri tunggal mereka sempat terjerumus ke dalam dunia kelam narkoba, bahkan sempat masuk panti rehabilitasi selama beberapa bulan.

Tapi justru sekarang aku merasa iri melihat keluarga mereka karena aku rasa om Adi dan tante Rury berhasil mendidik anaknya. Dulu aku membayangkan wajah Rara yang layu serta mata sayu yang hinggap diwajahnya membuatnya menjadi sosok yang menyeramkan. Tapi Rara yang kulihat sekarang adalah Rara yang benar-benar bisa memenej segala sikapnya, yang bisa membuat hati orang yang melihatnya menjadi tenang.

Sebenarnya aku iri dengan penampilannya yang benar-benar anggun dalam pakaian muslimahnya. Jilbab yang senantiasa menghiasi wajahnya, cara bicaranya yang lembut, sikapnya yang bijaksana. Ya..semua yang dimilikinya. Karena itu aku sekarang ikut dalam keanggotaan rohis seperti Rara, ya..walaupun aku belum bisa seperti dia, tapi aku akan selalu menanti uluran tangan-Nya. Memang benar hidayah itu hanya milik Allah dan Dia akan memerikannya kepada orang yang dikehendaki-Nya.

Tapi aku mulai ragu dengan penilaianku ini. Aku lihat ada yang aneh pada dirinya. Sikapnya sungguh berbeda saat disekolah dan diluaran. Apalagi sikapnya jika berhadapan dengan teman-teman Rohis, wah sangat manis tapi setelah itu.. Aduh aku kok suudzhon sih. Memang, aku sempat denger gosip kalau Rara hanya memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati “Kak Arif”, sang ketua Rohis. Aku cuma gak mau terpengaruh aja sama gosip ini, suudzhon kan hukumnya dosa. Ya..walaupun aku tahu, cewek mana sih yang gak tertarik sama kak Arif, aku rasa bukan cuma Rara yang simpatik padanya. ketampanan wajahnya, kesejukan matanya, kewibawaan sikapnya, wah..bener-bener komplit deh. Ups..kenapa aku ini. What happen with you Nana? Why do you think about him? Atau jangan-jangan... Nana, jangan dulu ya!!

Hari ini aku sangat terkejut karena aku baru saja melihat kejadian yang buruk. Aku melihat rokok yang bertengger dibibir Rara, bahkan aku melihat dia berpelukan dengan seseorang cowok, dan sepertinya dia bukan teman sekolahnya Rara. Ingin rasanya aku menanyakan hal ini pada Rara. Tapi, aku takut karena kita benar-benar miss communication. Walaupun kita serumah, bukan berarti hubungan kita baik-baik aja kan. Dia benar-benar cewek misterius.

Belakangan ini aku lebih dekat sama kak Arif, soalnya dia minta aku untuk bantuin dia menyelesaikan makalahnya. Ya, emang sih untuk tema yang diangkat kak Arif aku tertarik dan aku sedikit menguasainya. Awalnya memang gak terjadi apa-apa sih. Tapi lama kelamaan aku khawatir kalau nantinya ada virus yang tiba-tiba menyerangku.

Karena banyak yang bilang kalau virus ini meneyerang tanpa alasan dan aku takut kalau nantinya virus itu malah menjurus ke arah yang gak benar atau mungkin didasari hawa nafsu. Hh..jangan deh. Aduh..gimana nih, aku tahu ini anugrah-Mu. Aku tahu Engkau Maha Pencemburu.

Rabb, kalau seandainya boleh memilih, aku masih ingin mencintaMu sepenuhnya, aku masih rindu dan akan terus menunggu hidayahMu.

“Apa?! Tante Rury masuk rumah sakit karena serangan jantung?” Innalillahi wa Inna ilaihi raaji’un. Semua pada sibuk. Kasihan Om Adi, disatu sisi dia masih bingung memikirkan perusahaan yang hampir gulung tikar. belakangan ini bisnisnya lagi sepi. Hanya saja ada yang aneh, kenapa ekspresi Rara begitu datar? Apa dia tidak memahami arti seorang ibu ?

Siang ini diadakan razia di sekolah, dan terjadi hal yang bener-bener diluar dugaan. “Di tas Rara ditemukan beberapa batang rokok dan majalah porno!” Ya ampun.. anak Rohis gempar! Banyak yang menghujatnya, gimana mungkin seorang aktivis Rohis melakukan itu. Ya Allah, apa mungkin hidayahMu tak sampai padanya? Padahal kalau dipikir-pikir hampir tiap Minggu diadakan pengajian dan sebagainya, tapi kenapa gak satupun petuah singgah dihatinya. Apa benar tentang gosip itu? Hh..Na’udzubillahi min dzalik, mengatasnamakan kebaikan hanya untuk mendapatkan kenikmatan sesaat yang berujung pada neraka.

Kucoba ngomong baik-baik sama Rara, tapi hasilnya nihil. Bahkan aku sangat terkejut dengan semua kata yang diucapkannya.

“Asal kamu tahu ya Na, ini semua gara-gara kamu! Coba kalau kamu gak datang dan merebut semuanya dariku, aku pasti gak bakal ngelakuin ini.” Bentak Rara.

"Maksud kamu apa Ra, apa yang aku rebut dari kamu?”

“Munafik, gak usah pura-pura bego deh!! Kamu rebut perhatian Papa dan Mama juga Arif. Asal kamu tahu, pengorbananku selama berbulan-bulan ini sia-sia cuma gara-gara kamu!!”

“Jadi benar tentang gosip itu? Ya ampun Ra, kamu kok tega sih berbuat seperti itu?”

“Kamu kira aku mau seperti ini? Nggak Na, tapi aku harus berbuat apa? Aku bener-bener suka sama Arif. Dan kamu tahu itu. Arif gak mungkin ngasih perhatian sama aku kalau aku gak berbuat seperti ini. Aku juga pengen hidup normal, Na! Aku juga pengen seperti anggota Rohis lainnya. Tapi aku gak tahu kapan itu terjadi. Harus menunggu sampai kapan?”

Sekarang aku gak tau harus bebruat apa. jelas gak mungkin aku kasih tahu tentang masalah Rara ke tante Rury. Gimana dengan jantungnya nanti. Malah om Adi gak dirumah, Ra..kok jadi gini sih..

Sekolah ribut. Semua sibuk membicarakan diriku. Tatapan-tatapan sinis menjadi santapanku selama dua hari ini. Aku gak tahu siapa yang nyebarin gosip ini. Mereka bilang semua yang terjadi pada Rara adalah salahku. Aku yang sengaja meletakkan rokok dan majalah porno kedalam tasnya untuk menjatuhkan nama baiknya dimata semua orang, termasuk kak Arif. Aku gak tahu gimana reaksi kak Arif, aku benar-benar gak peduli. Aku hanya berharap kebenaran akan segera muncul. Ya Allah, tolonglah hambaMu.

Tante Rury jatuh sakit, badannya panas. Semalaman ia terus memanggil-manggil Rara. Aku tak tahu kemana dia. Batang hidungnya gak kelihatan dari kemarin. Semalam ia SMS, dia bilang pengen muhasabah. Alhamdulillah dia sadar.

Aku sangat terkejut saat kak Arif datang kerumahku. Aku gak tahu harus jawab apa kalau ditanya soal gosip itu. Tapi Allah Maha Adil, kebenaran pasti muncul. Hanya saja aku tak tahu apa harus bahagia atas kebenaran ini. Kabar yang disampaikan kak Arif membuatku sangat bingung. “Rara ketangkap basah saat pesta sabu dengan teman-temannya.” Ya Allah, kenapa jadi begini Ra. Kenapa sih kamu gak bisa konsisten sama kata-kata kamu? Kenapa kamu gak kasihan sama orang tua kamu sih? Ya Allah, benarkah sesulit itu mendapatkan hidayahMu...?

(Dikutip dari Kumpulan Cerpen Anak SYCA)

Buletin Dakwah Al-Kahfi Edisi 31 tahun IV / 30 Rabi’ul Awal 1430 H / 27 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar